FIQH: Kaidah-kaidah dalam mempelajari fiqh

Oleh : DR Salim Seggaff al-Juffry, MA.

Istinbath adalah upaya mengambil keputusan hukum syariah berdasarkan dalil-dalil al-Qur'an atau as-Sunnah yang ada. Istinbath ini merupakan tugas para fuqaha, sehingga mereka harus mengetahui dan menguasai kaidah2nya. Istinbath hukum syariah ini diambil dari nash al-Qur'an dan as-Sunnah.

Secara umum dalil syariah terbagi menjadi dua, yaitu
1. Dalil dari nushush (yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah) dan ;
2. Dalil dari bukan nushush (qiyas, istihsan, mashalih al-mursalah, dll). Walaupun demikian dalil2 yg bukan nushush ini pd dasarnya juga diambil dari dalil2 nushush.

Karena dalil syariah ada dua, maka cara untuk melakukan istinbath dari nash juga ada dua, yaitu
1. Dilihat dari sudut makna, seperti qiyas, mashlahah, istihsan, dll dan;
2. Dilihat dari sudut lafazh, yakni makna lafazh yg dpt diambil dari ayat atau hadits seperti makna lafazh umum (aam), khusus (khash), mantuq, mafhum, dsb.

Secara umum untuk melakukan istinbath hukum harus menguasai sumber-sumber hukum Islam, seperti: al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’, pendapat (aqwal) shahabat, qiyas, mashalih mursalah, dsb.

Dua tahapan yang dapat membantu untuk pengambilan keputusan hukum berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah, yaitu :

1. Penguasaan kaidah bahasa Arab yg terdapat dlm nash tsb, baik al-Qur’an maupun as-Sunnah, ada beberapa kiat, sbb ;
  1.  Kejelasan lafazh, dilihat dari tingkatan kejelasan bahasa dari yg paling rendah adalah : zhahir, nash, mufassar dan muhkam.
  2.  Kekuatan dilalah (penunjukan dalilnya), ada 5 dilalah dari yg paling rendah : ibarah, isyarah, nash, iqtidha dan mafhum mukhalafah.
  3. Cara pengungkapan dilalah tsb, apakah langsung atau melalui isyarah, mantuq atau mafhum.
  4.  Kandungan yg dapat diambil dari lafazh seperti umum (aam) atau khusus (khaash), mutlaq atau muqayyad.
  5. Dilihat dari bentuknya, perintah (amr) atau larangan (nahyu).

2. Mengikuti manhaj Rasul SAW dlm menerangkan al-Qur’an dan Sunnahnya. Artinya kesemuanya itu harus difahami berdasarkan bagaimana Nabi SAW dan para sahabat ra memahaminya dan bukan ditafsirkan menurut masing-masing.

Lalu setelah menguasai kedua masalah tadi kadang2 ulama atau fuqaha dihadapkan pada dalil2 yg banyak dan memiliki konsekuensi hukum yg berbeda. Maka dlm hal ini diambil dua metode, yaitu;
1. Metode menggabungkan diantara dua atau lebih dalil tsb (disebut metode al-Jam’u), dan
2. Menggunakan metode mengambil yg terkuat dari dalil2 yg ada (disebut metode at-Tarjih).

Contoh2 Aplikatif Istinbath Hukum Fiqh :

Hukum memotong tangan bagi pencuri, Allah SWT berfirman :
“Lelaki yg mencuri dan wanita yg mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yg mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Maidah 5/38)

Rasulullah SAW bersabda ;
“Dari Ibnu Umar ra, bhw Nabi SAW memotong (tangan pencuri) yg mencuri baju besi seharga 3 dirham.” (HR Bukhari Muslim)

“Dari Aisyah ra berkata : Nabi SAW memotong tangan pencuri pada ¼ dinar dan lebih.” (HR Bukhari Muslim)

Mengamalkan hadits ini sebagian sahabat, diantaranya Abubakar ra memotong tangan pada orang yg mencuri 5 dinar, dalam riwayat lain Utsman ra dan Ali ra memotong orang yg mencuri ¼ dinar. Diriwayatkan oleh abu Hurairah dan Said, keduanya berkata : “Tangan pencuri dipotong jika mencuri 5 dirham.” Sebagian fuqaha tabi’in mengikuti pendapat ini begitu juga pendapatnya Malik, Syafi’i, dan Ahmad. Sementara Ishaq melihat tangan pencuri dipotong jika mencuri ¼ dinar atau lebih. Sedangkan Ibnu Mas’ud tidak memotong tangan pencuri jika kurang dari 10 dirham (1 dirham 7/10 dinar, 1 dinar 4,25 gram), pendapat inipun diikuti oleh sebagian ulama dari Kufah.


Wallahu "alam

1 komentar: