Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan


Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan       

Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr"Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)" HR. Bukhari dan Muslim

Penjelasan:

Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : "Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya : Wahai Rasulullah... apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali, lalu Rasulullah bersabda : Kalau aku katakana "ya" niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya, kemudian beliau bersabda lagi :Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan, karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku perintahkan melakukan sesuatu, kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika aku melarang kamu melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah adalah Aqra' bin Habits, demikianlah menurut suatu riwayat.  Para ahli ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam menyatakan tidak wajib berulang-ulang. 

Akan tetapi yang lain tidak menyatakan setuju atau menolak, tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti (netral), karena sahabat tersebut bertanya "Apakah setiap tahun?" sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata "Kalau aku katakan "ya", niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya" Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim sepakat bahwa menurut agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup.  Kalimat, "Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan" secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai datang keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar ahli fiqh.  Kalimat, "Kalau aku katakan "ya" tentu menjadi wajib" menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah mempunyai wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan tidak diisyaratkan keputusan hukum itu harus dengan wahyu.  

Kalimat, "apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu" merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah sholat, contohnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16, "Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu" Adapun firman Allah, QS. Ali 'Imraan 3:102, "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh" ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat diatas. 

Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, "Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya" dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 22:78, "Allah tidak membebankan kesulitan kepada kamu dalam menjalankan agama"  Kalimat, "apasaja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi" maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, seperti dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan seperti ini perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi karena ada larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan menjauhi larangan jika hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung berbagai macam pembahasan fiqh.  

Kalimat, "Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka" disebutkan setelah kalimat, "biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan kepada kamu" maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dikatakan telah menaatinya.  Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah صلی الله عليه وسلم khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.

Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com 

Memerangi Manusia Yang Tidak Melaksanakan Shalat Dan Mengeluarkan Zakat


Memerangi Manusia Yang Tidak Melaksanakan Shalat Dan Mengeluarkan Zakat

Dari Ibnu 'Umar "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah ta'ala". HR. Bukhari dan Muslim

Penjelasan:
Hadits ini amat berharga dan termasuk salah satu prinsip Islam. Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda : "Sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, menghadap kepada kiblat kita, memakan sembelihan kita dan melaksanakan shalat kita. Jika mereka melakukan hal itu, maka darah mereka dan harta mereka haram kita sentuh kecuali karena hak. Bagi mereka hak sebagaimana yang diperoleh kaum muslim dam mereka memikul kewajiban sebagaimana yang menjadi kewajiban kaum muslimin".  Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah disebutkan sabda beliau : "Sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan beriman kepadaku dan apa yang aku bawa".  Hal ini sesuai dengan kandungan Hadits riwayat dari 'Umar diatas.  Tentang maksud hadits ini para ulama mengartikannya berdasarkan sejarah, yaitu tatkala Rasulullah wafat dan Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat sebagai khalifah untuk menggantikannya, sebagian dari orang Arab menjadi kafir. Abu Bakar bertekad untuk memerangi mereka sekalipun di antara mereka ada yang tidak kafir tetapi menolak membayar zakat. 

Abu Bakar lalu mengemukakan alasan perbuatannya itu, tetapi 'Umar berkata kepadanya : "Bagaimana engkau akan memerangi manusia sedangkan mereka mengucapakan laa ilaaha illallaah dan Rasulullah bersabda : "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah ... dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta'ala". Abu Bakar lalu menjawab : "Sesungguhnya zakat itu adalah kewajiban yang bersifat kebendaan". Lalu katanya : "Demi Allah, kalau mereka merintangiku untuk mengambil seutas tali unta yang mereka dahulu serahkan sebagai zakat kepada Rasulullah niscaya aku perangi mereka karena penolakannya itu".Maka kemudian Umar mengikuti jejak Abu Bakar untuk memerangi kaum tersebut.  Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah". Khatabi dan lain-lain bekata : "Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah". Untuk terpeliharanya orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah saja, karena sebelumnya mereka sudah mengatakan kalimat tersebut semasa masih sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. 

Tersebut juga didalam hadits lain kalimat "dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat".  Syaikh Muhyidin An Nawawi berkata : "Di samping mengucapkan hal semacam ini ia juga harus mengimani semua ajaran yang dibawa Rasulullah seperti tersebut pada riwayat lain dari Abu Hurairah, yaitu kalimat, "sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah, beriman kepadaku dan apasaja yang aku bawa"  Kalimat, "Dan perhitungannya terserah kepada Allah" maksudnya ialah tentang hal-hal yang mereka rahasiakan atau mereka sembunyikan, bukan meninggalkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang wajib. Demikian disebutkan oleh khathabi. Khathabi berkata : Orang yang secara lahiriah menyatakan keislamannya, sedang hatinya menyimpan kekafiran, secara formal keislamannya diterima" ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Imam Malik berkata : "Tobat orang yang secara lahiriah menyatakan keislaman tetapi menyimpan kekafiran dalam hatinya (zindiq) tidak diterima" ini juga merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.  Kalimat, "aku diperintah memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah dan mereka beriman kepadaku dan apa yang aku bawa" menjadi alasan yang tegas dari mazhab salaf bahwa manusia apabila meyakini islam dengan sungguh-sungguh tanpa sedikitpun keraguan, maka hal itu sudah cukup bagi dirinya.

Dia tidak perlu mempelajari berbagai dalil ahli ilmu kalam dan mengenal Allah dengan dalil-dalil semacam itu. Hal ini berbeda dengan mereka yang berpendapat bahwa orang tersebut wajib mempelajari dalil-dalil semacam itu dan dijadikannya sebagai syarat masuk Islam. Pendapat ini jelas sekali kesalahannya, sebab yang dimaksud oleh hadits diatas, adanya keyakinan yang sungguh-sungguh dalam diri seseorang. Hal ini sudah dapat terpenuhi tanpa harus mempelajari dalil-dalil semacam itu, sebab Rasulullah mencukupkan dengan mempercayai ajaran apa saja yang beliau bawa tanpa mensyaratkan mengetahui dalil-dalilnya. Didalam hal ini terdapat beberapa hadits shahih yang jumlah sanadnya mencapai derajat mutawatir dan bernilai pengetahuan yang pasti. Wallahu a'lam

  Dibuat oleh SalafiDB http://salafidb.googlepages.com 

Artikel Islam : Menjinakkan Kesombongan

 Menjinakkan Kesombongan

   1. Bismillahirrohmanirrohim . Allah swt, telah menciptakan segala hal di dunia ini berpasang-pasangan.Panjang-pendek, gemuk-kurus, gembrot-lansing, jauh-dekat, besar-kecil, tingi-rendah. Begitu pula kaya-miskin, pintar-bodoh, banyak ilmu-miskin ilmu, pejabatteras-rakyat biasa. Semuanya serba berpasangan. Sejak awal Allah Maha Gagahmenegaskan bahwa perbedaan itu bukan merupakan ‘kelebihan sejati seseorangatas orang lain. Sebab, sesunguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalahorang yang paling taqwa: taat kepada aturan-Nya baik perintah maupunlarangannya. Allah berfirman yang artinya:“Hai manusia, sesuangguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allahialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah MahaMengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.S al-Hujurat:13) Dan karena itu pula, perbedaan tadi bukanlah bibit untuk melahirkankesembongan manusia, melainkan merupakan sebagai tanda-tanda kekuasaan AllahRabbul ‘alamin.Sombong: Bertentangan Dengan Realitas Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda:”Tidakakan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanyasebesar dzaroh (atom)”Lantas ada seseorang yang berkomentar: “Sesungguhnya seseorang itu sukamemakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolakkebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR. Imam Muslim] Hadits ini menjelaskan ada dua unsur yang terkandung dalam sebuahkesombongan: menolak kebenaran dan merasa diri lebih tinggi dengan

    2. merendahkan orang lain. Sebagai renungan, pernah seseorang yang cukup seniorberdiskusi dengan seorang remaja berusia 21 tahun tentang wajibnya penerapanhukum-hukum islam. Setelah diskusi berlansung 1 jam 45 menit, kata akhir puntidak dicapai. Remaja tadi tetap pada pendiriannya bahwa hukum Islam wajibditerapkan berdasarkan argumentasi, sedangkan sang senior menolaknya. Bahkandengan ketus berujar: “kamu ini anak bau kencur! Sudah berani-beraninyamenentang orang tua. Saya sadah kenyang dengan perjuangan. Penerapan Islammah hanya merupakan ilusi”. Sikap demikian menunjukkan suatu sikap sombong.Bentuknya, menolak kebenaran yang nampak jelas didepannya. Allahu Akbar. Hanya Allah sajalah Dzat Maha Agung lagi Maha Besar. Manusia–bukan hanya satu atau dua orang tapi setiap orang- serba kurang dan lemah.Siapapun orangnya, baik anda maupun orang lain, bila merenungi realitas manusiaini akan menyimpulkan bahwa tidak layak berlaku sombong. Sebagai misal, tanyalah pada diri kita masing-masing, apakah kita yangmembuat diri kita sendiri? Jawabannya pasti Tidak! Anda, sama dengan saya. Bukansaya yang membuat diri saya,dan diri anda bukan Anda yang membuatnya. Kitatidak punya kemampuan sedikitpun untuk menciptakan diri kita sendiri, apalagimenciptakan orang lain. Kita tidak memiliki kuasa untuk mengadakan diri kita. Anda,saya dan kita diciptakan oleh Allah swt. Bukan sekedar itu, kita juga tidak akanpernah mampu menghindar dari kematian. Bila ajal sudah tiba, tidak akan ada satumakhluk pun yang dapat mencegah apalagi terhindar darinya. Coba sebutkan, satusaja, orang yang dapat menghindar dari datangnya ajal! Tidak ada !!! Bila untuksekedar mempertahankan keberadaan saja tidak mampu, apa yang menjadi alasanbagi kita untuk sikap sombong? Realitas-realitas sederhanapun menjelaskan ketidaklayakan seseorangbersikap sombong. Coba kita tanyakan secara jujur dan sengaja pada diri kita,darimana dan siapa yang membuat baju, celana, sepatu, kancing, sletting, tas,potlot, pulpen, buku, peci, kerudung, mukena, kacamata minus, jam tangan, danhand phone yang kita pakai ? Apakah semua itu kita membuat dengan tangan kitasendiri? Dan apakah kita mampu menyediakan dan memproduksi sendiri semuakebutuhan tadi? Ataukah sekedar membuat kancing pun kita tidak bisa? Bilademikian, apa layak kita memelihara rasa sombong dan ujub (angkuh) itu? Ketika kita sedang makan, pernahkah menghayati siapa yang menanam padi,siapa yang menggilingnya, siapa yang membelinya dari pasar, siapa yang membuatmagic jar untuk menghangatkan nasinya, siapa yang menambang minyak tanah atau

    3. gas untuk kompor, siapa yang menanam sayur yang kita santap, siapa yangmemasaknya, siapa yang menanam kedelai bahan tempe yang kita santap, siapayang mendatangkan tahu dari sumedang ke rumah kita, siapa yang menyediakan airbersih bagi kita? Apakah kita yang melakukannya? Siapa yang memeras susu murniyang kita minum? Siapa yang menanam pisang, apel, atau buah-buahan yanglainnya yang kita nikmati? Apakah kita yang melakukan semua itu? Dan apakah kitamemiliki kemampuan untuk melakukan sendiri hal-hal tersebut? Berikutnya, apakah gayung di kamar mandi, kita sendiri yang membuatnya?Sabun mandi dan sampo kita sendiri yang meraciknya? Belum lagi sisir dan cerminyang ada dirumah kita, kitakah yang membuatnya? Apakah kita mempunyai semuakeahlian tersebut? Bila tidak, orang yang membusungkan dada sebenarnya hanyamenunjukkan kenyataan bahwa ia tida mengetahui dirinya sendiri (baca: ‘tidak tahudiri’) Boleh jadi seseorang merasa dirinya lebih tahu dibandingkan dengan oranglain. Dari satu sisi tidak menutup kemungkinan benar, ia lebih tahu dari orang lain.Namun, sekalipun demikian, berlagak sok paling tahu hanyalah cerminan dari sejenisketidak-ikhlasan Tidak tunduk kita --sewaku tersamar atau terang-terangan—merasalebih dari orang lain merupakan awal kesombongan. Realitasnya, benerkah kita yangpaling tau atau serba tahu? Marilah kita lihat, sekedar contoh saja, seseorang yangsangat athu tentang statistika belum tentu paham kedokteran. Ada juga seorangtemen yang sangat mahir dalam bidang ekonomi, namun saat menerjemahkan bukuberbahasa Arab kualitasnya terjemahannya jauh dibawah orang lain. Contoh lain,seorang kyai di daerah Garut memiliki keahlian luar biasa dalam masalah fikih, namunbeliau mangaku awam dalam masalah politik Islam. Demikianlah keadaan manusia.Boleh jadi ia memiliki kelebihan dalam sesuatu tetapi justru lemah dalam banyakperkara lainnya. Bila orang yang merasa dirinya lebih dalam suatu hal bertindaksombong, dapat dipastikan dunia ini penuh dengan manusia-manusia angkuh. Tentusaja, hal ini bertentangan dengan karakter dasar manusia sesuai fitroh. Atau barangkali kiat merasa memiliki kekuatan melebihi orang lain. Bibitkeangkuhan pun mulai tumbuh. Ketika hal ini terjadi, bersegeralah meminta ampun.Sebab, merasa lebih atau paling kuat hanyalah sebuah bentuk kesombongan.Cobalah Anda jalan-jalan ke depan rumah ataupun kalau hendak pergi kepasar.Disana banyak ditemui mamang tukang jual gorengan yang dipikul. Sebelum tukanggorengan itu menggoreng tahu, karoket, combro, bala-bala, pisang atau tempeumumnya minyak –yang sudah menghitam—itu mendidih. Sangupkah anda meminta

    4. sesendok makan minyak mendidih itu, lalu diminum saat itu juga? Bila sanggup, apayang terjadi? Lidah Anda pasti melepuh! Gigi pun bisa rontok. Mengapa? Kekuatanseseorang sangatlah terbatas. Seseorang mungkin saja tidak hari tiga malam tidaktidur karena kesana kemari menyebarkan Dakwah. Namun, tetap saja, ia perluistirahat. Inilah Sunnatullah. Sebagai catatan ringan, manusia mampu bertahan tidakmakan hanya 3 atau 4 bulan, dapat bertahan tidak minum maksimal 4 hari, dankekuatan menahan nafas hanyalah 3,8 menit. Bila demikian, dimamakah letakkekuatan yang dibanggakan itu? Seseorang boleh jadi merasa sombong akibat kecantikan atau ketampanandirinya. Atau barangkali merasa sombong karen amerasa paling jelek rupa. Bila Andatermasuk orang seperti tadi, sudah saatnya Anda menengok realitas sebenarnya.Apakah kecantikan dan kegantangan atau kejelekan itu hadil buatan Anda sendiri?Hidung mancung, mata melankolis, bibir sensual, pipi merah muda alami alias sihumairah tea, alis mata laksana emut hitam berbaris, dagu ibarat telur asinsepotong, atau barangkali janggut tebal hiasan, apakah anda yang menjadikan itusemua? Bukan! Sekali lagi bukan! Bila begitu, rupa mana yang layak untukdisombongkan? Belum lagi bila dibandingkan dengan kekuasaan Allah swt. Manusia itu mahatidak tahu. Manusia, siapapun dia, tidak dapat membuat walaupun hanya seekorsemut tanpa menggunakan bahan apapun. Cobalah merem allu bilang aba kadabra,akan muncullah semuat spesies terbaru? Pasti, tidak. Atau, saat Anda tenaghmengetik dihadapan komputer pukul 14:17 (tentu saja siang) WIB, pusatkankosentrasi Anda, lalu rubahlah agar saat itu juga berubah menjadi pukul 02:17malam WIB, bisakah? Lagi-lagi, tidak! Karenanya, realitas menunjukkan bahwamanusia tidak memiliki sesuatu yang dapat disombongkan. Bila demikian, siapapunorangnya yang memandang diri dia mempunyai kelebihan atas orang lain tidak layakbersipak sombong. Sebab, kesombongan bertentangan dengan realitas. Tidak adaalasan apapun bagi manusia –siapapun ia, bagaimanapun kemampuan dia—untukberperangai sombong.Sombong: Bertentangan Dengan Hukum Allah SWT Abu hurairah ra, menyatakan bahwa Rasulullah swa, bersabda, Allah YangMaha Mulia Lagi Maha Agung Berfirman:

    5. “Kemuliaan adalah pakaian-Ku dan kebesaran adalah seledang-Ku, makabarangsiapa yang menyaingi Aku dalam salah satunya maka Aku pasti akanmenyiksanya.” [HR. Muslim] Begit pula, sabda Nabi saw:“ Suatu ketika ada seorang laki-laki berjalan dengan memakai perhiasan dan bersisirrambutnya, ia mengherani (ta’jub) dirinya sendir dengan penuh kesombongandidalam perjalannya itu, Kemudian, tiba-tiba Allah swt. Menyiksanya: ia selalu timbultenggelam di permukaan bumi sampai hari kiamat.” [HR. Bukhori dan ImamMuslim] Dalam kedua hadits ini tegas sekali Allah swt, akan menyiksa siapa sajaorang sombong. Artinya, Allah swt. Mengharamkan sikap sombong (merasa diri lebihdari orang lain, menganggap yang lain lebih rendah, dan menampakkannya),ataupun ujub/angkuh (bangga terhadap diri sendiri tanpa memperlihatkannya).Kesombongan hanyalah Milik-Nya. Hanya Dia yang berhak untuk ‘sombong’. Tidaklayak siapapun angkuh dan sombong, sebab memang tidak ada yang dapatdisombongkan. Bahkan Nabi saw, senagja menekankan persoalan ini dengan bertanyakepada para sahabat:“maukah kalian aku beri tahu ahli neraka?” Baliau pun menjelaskan “Yaitu, setiaporang yang kejam, rakus dan sombong” [HR. Bukhori dan Muslim] Jelas bahwa balasan mereka yang sombong adalah neraka.“tidak akan masuk surga orang yang didalamnya ada sifat sombong walaupunsebesar atom” Satu hal yang penting dicamkan bahwa menghindari kesombongan bukanberarti menghindari punya kelebihan, melainkan menghindari adanya perasaanataupun ungkapan mengagung-agungkan diri sendiri serta mengangap orang lainlebih rendah darinya. Orang mengenakan pakaian bagus, bukan berarti sombong ataangkuh. Orang berpegang teguh kepada kebenaran Islam dan menentang mentah-mentah pemikiran dan idiologi kufur, tidak mengindikasikan adanya kesombongan.Sebaliknya, saat seseorang mengenakan pakaian bagus, misalnya, disertai dengansikap merasa bahwa dia libih tinggi dan orang lain dibawah dia, saat itulahkesombongan muncul. Begitu juga, orang yang berpakaian serba jelek bila hati yang tertanam rasabahwa ia lebih zuhud daripada orang lain, ketika itu kesombongan nampak. Samadengan itu, seseorang yang menyampaikan Islam dengan progresif, semangat yang

    6. berkobar serta menentang keras kebatilan disertai dengan argumentasi mematikan,sementara dihatinya tida terbetik sedikitpun rasa bangga akan diri sendiri atau sikapmemandang rendah oranglain, maka kesombongan tidak melekat dalam dirinya. Jadipersoalannya terletak dalam sikap memandang rendah orang lain, pada saat iamemangdang tinggi diri sendiri. Selain itu, orang seperti –orang yang sombong—ini akan sulit menerimakebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Mengapa? Sebab, sudah merasadirinya lebih dan orang lain serba rendah sehingga –dalam pandanganya—manamungkin orang ‘tinggi’ menerima sesuatu dari orang ‘rendah’. Berkaitan denganpersoalan ini, dulu seorang sahabat mengungkapkan pandangan di depan Rasulullahsaw:“Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sepatu bagus”Menanggapi hal ini Rasulullah saw, menyatakan:“Sesungguhnya Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolakkebenaran dan merendahkan sesama manusia” [HR. Imam Muslim]Menghidari Sikap Angkuh Dan Sombong Sikap angkuh dan sombong dapat menimpa siapa saja: saya, anda, kita, diadan mereka. Sekali lagi, dapat menimpa siapa saja. Ungkapan seperti ‘kalau bukansaya, mana mungkin bisa!’, ‘Untung saja ada saya kalau tidak wah bahaya..’, ‘sayaini orang terkenal lho!’ dan ‘ah, dia kan ngajinya juga baru kemaren sore, sedangkansaya lulusan perguruan tinggi agama’ dan sejumlah uangkapan yang lain,merupakan indikasi sikap kesombongan. Untuk menjinakkannya, perlu menempuhbeberapa hal. Antara lain sebagai berikut: 1. Senantiasa mengingat dan menanamkan keyakinan bahwa sombong dan ujub itu dosa. Bukan orang lain yang akan merasakan balasan buruknya dari Allah melainkan diri sendiri 2. Yakinlah, kesombongan tidak akan menambah apapun selain kerugian. Tidak ada orang yang suka siapapun yang angkuh dan sombong. Sama seperti anda dan saya. Sebenarnya, seseorang yang sombong juga tidak suka bila ada orang lain berlaku sombong didepannya. Dia pun akan mengatakan “sombong amat” padahal, apda saat yang sama ia tidak sabar aklau dirinya juga menunjukkan sikap sombong, mengapa ia tidak katakan pada dirinya sendiri ‘Sombong amat kau!”

    7. 3. Sering-seringlah mengingat kelemahan diri sendiri. Pada berbagai kesempatan –santai, saat istirahat, ebngong di kendaraan, sejenak menjelang tidur, atau kapan saja—cobalah memikirkan kelemahan kita dibandingkan dengan orang lain. Dengan mengetahui kelemahan, insyaAllah akan muncul sikap rendah hati (tawadlu’). Sebaliknya, tanpa mengetahui kelemahan, seseorang akan merasa dirinyalah yang paling segala-galanya. Orang sunda menyebutnya ‘asa aing pangdadalina!’ (merasa dirinya paling gagah laksana burung garuda). Hal ini tida berarti jangan mengetahui kelebihan diri sendiri. Tidak seperti itu ! memahami potensi dan keunggulan diri sendiri amatlah penting. Namun mangetahui keunggulan diri sendiri tersebut jangan sampai melahirkan sikap menganggap rendah orang lain. Sebab, setiap kelebihan yang Anda miliki hanyalah sebuah kemahalemahan manusia bila dibandingkan dengan kesegalamahaan Allah Dzat maha Kuasa. Dan setiap Anda memiliki kelebihan dalam perkara yang merupakan kelemahan Anda.4. Seperti telah disebutkan, memelihara sifat sombong berarti membangun benteng penghalang datangnya kebenaran. Dengan adanya sombong, seseorang cenderung menolak kebenaran sekalipun telah jelas didepan mata. Padahal, menolak kebenaran berarti mengunci gerbang perubahan kearah kebaikan yang bermuara kepada kebahagiaan. Konsekwensinya, kebahagiaan dunia dan akhirat, bila demikian, hanyalah sebuah angan-angan hampa.5. Bila Anda sering melayat orang yang emninggal dunia, jangan hentikan kebiasaan itu! Selain sebagai pemenuhan atas perintah Allah swt, melayat itu juga dapat Anda gunakan sebagai perenungan. Saat melayat, cobalah sekali-kali singkap kain penutup wajahnya. Nampaklah wajah pucat pasi dengan mata terpejam, bibir rapat tertutup. Badan terkujur membeku, tangan terlipat kaku. Tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal, teman atau tetangga Anda itu mungkin saja seorang jutawan, atau barangkali wartawan senior, boleh ajdi dia itu orang yang popularitasnya luar biasa, mantan penguasa. Namun, kelebihan apapun tidak berati apa-apa saat itu. Smeuanya serba kecil dihadapan Allah Rabbul ‘alamin. Bila seperti ini realitasnya, apa lagi alasan untuk bersombong diri?!6. Setiap kali muncul keinginan untuk sombong atau membanggakan diri, segeralah mohon ampunan kepada Allah Dzat Pemutar balik Hati.

    8. Berlindunglah dari kesombongan, dan berdo’alah kepada Allah! Mudah- mudahan Allah swt mengabulkan. Akhirnya, mulai detik ini benih-benih kesombongan tidak boleh ada dalam dirikita, apalagi sebagai pengembandakwah. Kesombongan dan keangkuhan merupakanindikasi kelemahan diri sendiri. Kesombongan dan keangkuhan merupakanperbuatan yang jauh dari simpatik. Akibatnya, orang yang didakwahi justrumenyingkir dari kita. Ini kalau bangga terhadap diri sendiri berkenaan denganperkara-perkara yang boleh jadi memang benar-benar ada dalam diri kita. Tetapi,bila memuji diri sendiri, merasa lebih tinggi, dan merendahkan orang lain itumenyangkut perkara yang tidak ada pada diri kita maka, sesungguhnya hal inimerupakan indikasi kemunafikan. Tidak mau menerima diri sendiri sebagaimana apaadanya. Bahkan merupakan keengganan menghadapi dan menerima kebenaran.Dahulu, iblis enggan tunduk kepada Allah swt karena kesombonganya. Jadi sombongatau ujub? No way!

IMAM MUSLIM: KITAB IMAN (mencintai sahabat Ansar termasuk iman)


Bab 25: Menjelaskan makna sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : Janganlah kalian kembali menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian membunuh sebagian yang lain
Hadis riwayat Jarir رضي الله عنه, ia berkata:Ketika haji wada, Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda kepadaku: Suruhlah orang-orang diam. Setelah orang-orang diam, beliau bersabda: Janganlah sesudah kutinggalkan, kalian kembali menjadi orang-orang kafir, di mana sebagian membunuh sebagian yang lain

Bab 26: Menerangkan kekafiran orang yang mengatakan: Kita diberi hujan oleh bintang tertentu
Hadis riwayat Zaid bin Khalid Al-Juhaini رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم melakukan salat bersama kami di Hudaibiyah, sesudah hujan turun semalam. Seusai salat, beliau mendatangi para sahabatnya, lalu bersabda: Tahukah kalian apa yang telah difirmankan Tuhan kalian? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Beliau bersabda: Allah berfirman: Di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir di pagi ini. Orang yang berkata: Kita diturunkan hujan karena anugerah dan rahmat Allah, maka orang itu beriman kepada-Ku dan mengingkari bintang-bintang. Sebaliknya orang yang berkata: Kita diturunkan hujan oleh bintang ini atau bintang itu, maka orang tersebut kafir terhadap-Ku dan beriman kepada bintang-bintang

Bab 27: Dalil yang menunjukkan bahwa mencintai sahabat Ansar termasuk iman dan tanda-tandanya, sedangkan membenci mereka termasuk tanda kemunafikan
Hadis riwayat Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Tanda kemunafikan adalah membenci sahabat Ansar dan tanda keimanan adalah mencintai sahabat Ansar

IMAM MUSLIM: KITAB IMAN (mencaci-maki orang Islam adalah fasik )


Bab 22: Menerangkan keadaan iman seseorang yang mengatakan kepada sesama muslim: Hai, kafir!
Hadis riwayat Ibnu Umar رضي الله عنه, ia berkata:Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda: Apabila seseorang mengafirkan temannya, maka ucapan (yang mengafirkan) itu benar-benar kembali kepada salah seorang di antara keduanya (yang mengatakan atau yang dikatakan)

Bab 23: Menjelaskan iman orang yang membenci ayahnya, padahal ia tahu bahwa orang tersebut adalah ayah kandungnya
Hadis riwayat Abu Zar رضي الله عنه: ia berkata:Bahwa Ia mendengar Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Setiap orang yang mengaku keturunan dari selain ayahnya sendiri, padahal ia mengetahuinya, pastilah ia kafir (artinya mengingkari nikmat dan kebaikan, tidak memenuhi hak Allah dan hak ayahnya). Barang siapa yang mengakui sesuatu bukan miliknya, maka ia tidak termasuk golongan kami dan hendaknya ia mempersiapkan tempatnya di neraka. Barang siapa yang memanggil seseorang dengan kata kafir atau mengatakan musuh Allah, padahal sebenarnya tidak demikian, maka tuduhan itu akan kembali pada dirinya

Bab 24: Menjelaskan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa mencaci-maki orang Islam adalah fasik dan memeranginya adalah kafir
Hadis riwayat Abdullah bin Masud رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Mencaci-maki orang Islam adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran

IMAM MUSLIM: KITAB IMAN (agama adalah nasehat)


Kitab Iman

Bab 18: Kelebihan orang beriman dan keunggulan penduduk Yaman
Hadis riwayat Abu Masud رضي الله عنه, ia berkata:Nabi صلی الله عليه وسلم pernah memberi isyarat dengan tangan ke arah Yaman, seraya bersabda: Ingatlah, sesungguhnya iman ada di sana, sedangkan kekerasan dan kekasaran hati ada pada orang-orang yang bersuara keras di dekat pangkal ekor unta ketika muncul sepasang tanduk setan, yaitu pada golongan Rabiah dan Bani Mudhar

Bab 19: Menjelaskan bahwa agama adalah nasehat
Hadis riwayat Jarir bin Abdullah رضي الله عنه, ia berkata:Aku berbaiat kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk selalu mendirikan salat, memberikan zakat dan memberi nasehat baik kepada setiap muslim

Bab 20: Menerangkan kurangnya iman sebab maksiat dan kekosongan iman pelakunya
Hadis riwayat Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman

Bab 21: Menjelaskan tanda-tanda munafik
Hadis riwayat Abdullah bin Amru رضي الله عنه, ia berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم pernah bersabda: Ada empat sifat yang bila dimiliki maka pemiliknya adalah munafik murni. Dan barang siapa yang memiliki salah satu di antara empat tersebut, itu berarti ia telah menyimpan satu tabiat munafik sampai ia tinggalkan. Apabila berbicara ia berbohong, apabila bersepakat ia berkhianat, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila bertikai ia berbuat curang